Oleh : Akhukum Yusuf (Kader Sahabat Yamima)
Perang Mu’tah 8 Hijriyah
Perang Mu’tah adalah peperangan terbesar bagi kaum muslimin di masa hidup Rasulullah ﷺ. Meskipun beliau ﷺ tidak ikut dalam peperangan, namun terkumpul jumlah pasukan yang berjumlah 3000 pasukan siap mati demi Allah dan RasulNya.
Sebab terjadinya perang Mu’tah adalah sikap dari Bani Ghassan yang melukai kaum muslimin dengan membunuh utusan Rasulullah ﷺ bernama Al Harits bin Umair yang membawa pesan untuk pemimpin Bani Ghassan agar menerima Islam dari Rasulullah ﷺ. Tak hanya itu, mereka pun dengan angkuh menyatakan perang terhadap umat Muslim dan berencana menyerang kota Madinah.
Hal ini merupakan titik lanjut pasca perjanjian Hudaibiyah, dimana secara de facto kaum musyrikin Quraisy sudah mengakui negara Islam di kota Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah ﷺ. Oleh karena itu Rasulullah ﷺ memulai menyebarkan Islam melalui surat-surat dan dikirim kepada para penguasa di luar jazirah Arab tak terkecuali kepada Bani Ghassan di Syam.
Rasulullah ﷺ dalam sabdanya memberi instruksi bahwa yang akan menjadi pemimpin dalam perang Mu’tah adalah Zaid bin Haritsah, jika beliau gugur maka digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib, jika beliau gugur maka digantikan oleh Abdullah bin Rawahah. Sebuah isyarat dari Rasulullah ﷺ bahwa mereka bertiga akan menemui kesyahidan kelak di medan jihad.
Rasulullah ﷺ memerintahkan pasukan untuk berangkat pada hari Jumat di waktu dhuha. Lalu muncul sebuah ide dari Abdullah bin Rawahah untuk tidak ikut berangkat bersama pasukan di waktu dhuha dan akan menyusul setelah shalat jumat bersama Rasulullah ﷺ.
Abdullah bin Rawahah ingin ikut sholat Jumat bersama Rasulullah ﷺ karena menganggap ia dapat mengumpulkan dua kebaikan sekaligus yaitu sholat Jumat bersama Rasulullah ﷺ dan berangkat menuju medan jihad. Lalu kemudian setelah itu ia menyusul pasukan. Ketika Rasulullah ﷺ mengetahui hal ini, beliau berpesan kepada Abdullah bin Rawahah bahwa meskipun ia menginfakkan semua harta yang dimilikinya, tetap tidak bisa menandingi pahala orang-orang yang berangkat bersama pasukan di pagi hari Jumat, sedangkan ia menunda hingga sholat Jumat bersama Rasulullah ﷺ terlaksana.
Hikmah yang bisa kita ambil dari sebuah isyarat Rasulullah ﷺ dalam pesannya, bahwa Allah melalui Rasulnya telah banyak memberikan rukhsoh atau keringanan, maka terimalah ini sebagai bentuk sedekah dari Allah. Jangan paksakan sesuatu yang tidak kita bisa demi keutamaan yang sifatnya perkiraan. Juga isyarat bahwa setiap muslim harus menaati pemimpin nya.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ kepadanya, Abdullah bin Rawahah menangis dan bersedih hingga ia mengucapkan sebuah doa dan juga sumpahnya. “Ya Allah karuniakanlah kepadaku mati syahid di medan jihad”, doa Abdullah. Dengan takdir Allah pada akhirnya Abdullah menemui syahidnya di medan Mu’tah.
Pasukan muslimin bergerak menuju medan pertempuran, hingga sampai di sebuah daerah bernama Ma’an kemudian pasukan muslimin beristirahat sejenak di lembah bernama Mu’tah. Daerah ini sekarang menjadi wilayah kerajaan Yordania.
Terdengar kabar bahwa pasukan musuh dari Bani Ghassan yang dibantu pasukan Romawi membawa pasukan sebanyak 200.000 orang sehingga akan sangat menyulitkan pasukan muslimin. Tentu ini bukanlah perbandingan yang seimbang, bagaimana pasukan 3000 orang melawan musuh sebanyak itu. Setelah sejenak bermusyawarah, pasukan muslimin berniat untuk meminta pendapat Rasulullah ﷺ dengan mengirimkan surat, apakah harus menyerang atau ada kebijakan lain.
Dalam kondisi yang sangat genting, Abdullah bin Rawahah yang dikenal sebagai penyair Rasulullah ﷺ melantunkan syair-syairnya yang membakar semangat jihad kaum muslimin. Sehingga terjadilah kesepakatan untuk menyerang pasukan kafir dan menjemput syahid sebagai balasan bagi siapa yang gugur di medan jihad.
Peperangan yang sangat dahsyat berlangsung tidak lama setelah itu, selama enam hari berturut-turut pasukan muslimin berhasil menguasai jalannya peperangan. Hal ini dikarenakan pasukan muslimin selalu memulai serangan di waktu fajar selepas shalat subuh an dalam kondisi ini pasukan musuh selalu dalam keadaan belum siap. Inilah bentuk isyarat bahwa kekuatan kaum muslimin terletak dalam shaf-shaf mereka pada waktu fajar. Jika jamaah shalat subuh sudah sebanyak jamaah shalat jum’at, maka bersiaplah menuju kebangkitan islam dengan izin Allah.
Memasuki pertempuran hari ke-7, ternyata pasukan musuh sudah mulai mempelajari pola serangan dan waktu pertempuran yang digunakan oleh kaum muslimin sehingga mereka tampak lebih bersiap di hari ke-7. Pada hari ini pula pertempuran yang sesungguhnya antara pasukan muslimin dengan pasukan musuh berlangsung secara pecah. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak hingga pada akhirnya Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib gugur sebagai syuhada di medan Mu’tah.
Ketika Abdullah bin Rawahah melihat dua sahabatnya Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib gugur sebagai Syuhada, ia segera mengambil panji pasukan muslimin dan memimpin pasukan untuk kembali melawan musuh, namun terbesit perasaan ragu di hatinya sehingga ia berhenti sejenak hingga akhirnya ia bisa menguasai hatinya untuk kembali menuntaskan apa yang menjadi amanah Rasulullah ﷺ kepadanya hingga Abdullah bin Rawahah pun segera menemui syahadah.
Rasulullah ﷺ mendapatkan wahyu dari Allah ta’ala seakan beliau dapat melihat jalannya pertempuran secara langsung hingga beliau ﷺ menceritakan kejadian jalannya pertempuran kepada para sahabatnya dari kota Madinah. Rasulullah ﷺ menceritakan 3 pemimpin perang Mu’tah dan juga keadaan mereka di Syurga setelah mendapatkan syahadah. Rasulullah ﷺ menceritakan tentang singgasana yang mereka peroleh, tetapi singgasana yang didapat oleh Abdullah bin Rawahah lebih kecil daripada yang didapat oleh Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib.
Para sahabat lantas bertanya, mengapa bisa terjadi seperti ini wahai Rasulullah ?
Rasulullah ﷺ mengatakan karena sempat terbesit sedikit keraguan dalam hari Abdullah bin Rawahah. Sebuah isyarat dan hikmah bahwasanaya janganlah kita ragu di depan perintah Allah, kerjakan yang Dia perintah dan tinggalkan yang Dia larang. Cukuplah keraguan itu datangnya dari setan dan cukuplah keraguan itu mengurangi derajat keutamaan dalam pahala. Tentunya Semua tidaklah ma’sum kecuali Rasulullah ﷺ, bukan untuk merendahkan salah seorang sahabat mulia. Tetapi dalam kisah beliau sangat banyak pelajaran yang bisa kita ambil faedahnya. Tentu tetaplah kita dibanding Abdullah bin Rawahah tidak lain hanya bagai langit dan bumi.
Keadaan pasukan muslimin sedikit kocar-kacir ketika 3 pemimpin mereka gugur sebagai syuhada. Mereka kebingungan dengan kebijakan apa yang harus ditempuh karena tidak ada pemimpin diantara mereka. Hingga datanglah seorang sahabat yang mulia bernama Tsabit bin Aqram, dengan gagah berani beliau mengambil panji kaum muslimin yang sudah terjatuh dan memberikan kepada Khalid bin Walid.
Perang Mu’tah adalah perang yang pertama kali diikuti oleh Khalid bin Walid sejak ia masuk Islam pada tahun ke 8 Hijriyah, begitu pula dengan sahabatnya Amru bin Ash. Ketika Tsabit bin Aqram memberikan panji kaum muslimin kepadanya, Khalid merasa canggung karena ia merupakan orang yang baru saja masuk Islam. Namun dengan keyakinan dari Tsabit bin Aqram dan para sahabat yang lain, Khalid pun menerima itu dan mulai menyusun strategi baru untuk melawan pasukan musuh.
Strategi yang dipakai Khalid bin Walid dalam perang Mu’tah adalah
- Mengganti baju setiap pasukan kaum muslimin sehingga membuat pasukan musuh mengira bahwa mereka adalah pasukan baru yang datang dari Madinah
- Menukar setiap posisi pasukan, agar terlihat pasukan baru
- Menempatkan 2000 pasukan dengan posisi kanan dan kiri melebar memenuhi luas lembah Mu’tah
- Membagi 1000 pasukan sisa menjadi 20 kelompok militer. Setiap satuannya berjumlah 50 pasukan. Menempatkan mereka dibelakang dan diperbantukan untuk membuat seolah-olah datang pasukan tambahan dari Madinah
Khalid bin Walid memimpin sendiri dengan kudanya menuju garis depan dengan gagah berani. Dalam riwayat sejarah tercatat bahwa Khalid bin Walid berperang dengan 9 pedang dan semuanya patah kecuali satu yaitu pedang tempaan seorang penduduk Yaman.
Strategi yang sudah disiapkan berjalan dengan lancar, pasukan musuh mengira bahwa pasukan muslimin banyak mendapat bala bantuan tentara dari Madinah sehingga mereka lari kocar kacir memasuki benteng Romawi yang tak jauh dari lembah Mu’tah.
Setelah dirasa bahwa pasukan musuh tidak kembali ke medan pertempuran, Khalid bin Walid memutuskan untuk kembali ke kota Madinah. Kabar tak sedap cepat menyebar di seluruh penjuru kota Madinah, kabar bahwasanya kaum muslimin lari dari peperangan. Sontak masyarakat Madinah dari kalangan wanita dan anak-anak menunggu pasukan muslimin di gerbang kota Madinah dan siap melempari mereka dengan batu dan tanah sebagai penghinaan bagi mereka yang lari dari peperangan.
Sesampainya pasukan muslimin di kota Madinah, mereka terkaget dengan apa yang mereka dapatkan. Mereka tak mengetahui apa yang membuat kaum wanita dan anak-anak melempari mereka dengan batu dan tanah. Bahkan mereka tak jarang ditolak oleh keluarga mereka dan diusir dari rumah-rumah mereka.
Rasulullah ﷺ ketika mengetahui kejadian ini segera memberikan penjelasan kepada umatnya bahwa pasukan muslimin bukanlah mereka yang lari dari pertempuran, tetapi mereka mundur dari medan perang dengan tujuan untuk bergabung bersama pasukan yang lebih besar yaitu kaum muslimin di kota Madinah, dan Rasulullah ﷺ adalah penjamin bagi mereka.
Rasulullah ﷺ mengisyaratkan kejadian ini dengan ayat Alquran, dalam surat al Anfal ayat 15-16. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوْهُمُ الْاَ دْبَارَ
“Wahai orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang akan menyerangmu, maka janganlah kamu berbalik membelakangi mereka (mundur).”
وَمَنْ يُّوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهٗۤ اِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَا لٍ اَوْ مُتَحَيِّزًا اِلٰى فِئَةٍ فَقَدْ بَآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَمَأْوٰٮهُ جَهَـنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“Dan barang siapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah. Tempatnya ialah Neraka Jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali.”