Hikmah di Balik Pensyari’atan Qurban

Idul Qurban adalah salah satu hari raya umat Muslim. Di hari tersebut, disyariatkan ibadah udhiyah atau dikenal dengan kurban. Udhiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasalam bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Hari puasa adalah hari ketika orang-orang berpuasa, Idul Fitri adalah hari ketika orang-orang berbuka, dan Idul Adha adalah hari ketika orang-orang menyembelih” (HR. Tirmidzi 632, Ad Daruquthni 385, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 1/440)

Kurban disyariatkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma. Allah Shubhanahu wa Ta’ala berfirman

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” (QS Al Kautsar:2)

Menurut 3 ulama tafsir di zaman tabiin, Qatadah, Atho’, dan Ikrimah (seorang ahli tafsir murid Ibnu Abbas Rodhiallohu anhu), makna perintah shalat dalam ayat itu adalah shalat Idul Adha, dan perintah menyembelih adalah menyembelih qurban. (Tafsir al-Qurthubi, 20/218)

Ibnul Jauzi Rohimahulloh pun selaras menulis dalam bukunya, “Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘naher’ adalah penyembelihan pada hari Idul Adha sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas ulama)”. (Lihat Zaadul Masiir, 9: 249)

Di ayat yang lain, Alloh Shubhanahu wa Ta’ala juga berfirman

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣

“Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadatku (Sembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al An’am:162-163).

Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas Rodhiallohu ‘anhu

كَانَ يُضَحِّيْ بِكَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ وَكَانَ يُسَمِّيْ وَيُكَبِّرُ.

Beliau menyembelih dua ekor kambing bertanduk dan gemuk dan beliau membaca basmalah dan bertakbir” (Muttafaqun alaih)

Dan dari ijma’ adalah apa yang telah menjadi ketetapan kesepakatan bulat para ulama kaum muslimin di seluruh dunia dari zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang tentang pensyari’atan kurban, dan tidak ada satu nukilan dari seorang pun yang menyelisihi hal itu. Dan sandaran ijma’ tersebut adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.

Lantas pembaca sahabat yamima, apa hikmah pensyari’atan kurban?

  1. Mencontoh perilaku mulia dari Nabi Ibrohim Alaihisalam yang diperintah agar menyembelih buah hatinya, lalu ia meyakini kebenaran mimpinya dan melaksanakannya dengan membaringkannya diatas pelipisnya, maka Alloh Shubhahu wa Ta‘ala menggantinya dengan sembelihan yang besar. sebagaimana di ceritakan dalam Al Qur’an, Alloh Shubhanahu wa Ta’ala berfirman

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢ فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ ١٠٣  وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ ١٠٤ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٠٥ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ ١٠٦  وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ ١٠٧

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS Ash Shoffaat:102 – 107)

  1. Mencukupkan orang lain di hari ‘id, karena ketika seorang muslim menyembelih kurbannya, maka ia telah mencukupi diri dan keluarganya, serta ketika ia bershadaqah dengan sebagiannya kepada orang yang membutuhkannya, maka ia telah mencukupi mereka dari meminta-minta pada hari yang menjadi hari bahagia dan senang tersebut.

Wallohu‘alam bi showab

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top