Tahap Mendapatkan Ilmu Hingga Berkelanjutan

Oleh : Amir Syarifuddin ( Kader Sahabat Yamima, Sudan )

Bagaimana tahap secara global dalam mendapatkan hakikatnya urgensi keilmuan?”  maka hampir mayoritas ulama memprioritaskan perhatian untuk gemar menuntut ilmu, semangat dan kesibukannya kepada ilmu mereka mulai sejak usia belia.

Dan hal ini sudah menjadi adat para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum, yaitu menjadikan usia belia mereka sibuk bergelut dengan belajar ilmu diinul Islam.

Ada sebuah hadits yang berbicara tentang halal dan haram, yang kemudian diriwayatkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim dalam sahihnya, begitupun imam An Nawawi juga menyertakannya dalam hadits arbain miliknya, banyak lagi muhaddits lainnya yang memiliki riwayat hadits tersebut dalam kitabnya.

عن أبي عبد الله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “إن الحلال بيّن وإن الحرام بيّن، وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس

“Dari Abu Abdullah Nu’man bin Basyir r.a ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda; “Sesungguhnya halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar (kejelasannya) yang tidak diketahui (benar) oleh kebanyakan manusia..”

Hadits ini diriwayatkan dari jalur sahabat Nu’man bin Basyir r.a (02-65 H). Ketika ia meriwayatkan hadits tersebut, ia meriwayatkan hadits dengan format sami’tu (aku mendengar), yaitu dengan pendengaran. Ibnul Atsir Al Jazari dalam kitab karangannya Usudul Ghoobah menyebutkan biografi Nu’man Bin Basyir, “Nabi Saw wafat sedangkan umur Nu’man Bin Basyir 8 tahun.” Umur sekian bukanlah cukup untuk dibilang besar? Namun ketika ia mendengar hadits tersebut dengan metode mendengar langsung dari lisan Nabi Saw, ia langsung hafal akan perkataan beliau, dan mengingatnya diluar kepala. Kalau kita perhatikan lagi, tema hadits yang ia hafal adalah bukan perkara yang sepele, yaitu perkara halal dan haram. Kalau saja disebutkan umur Nu’man 8 tahun ketika wafatnya Nabi Saw, maka benar di umurnya yang masih sangat belia tersebut sudah ikut serta dalam majelis Nabi Saw. Metode yang ia pakai adalah mendengar ilmu, kemudian ia menghafal ilmu tersebut, menguatkan hafalannya serta melancarkannya hingga tak terlupakan olehnya. (Kitab Usudul Ghobah)

Kemudian Imam Bukhori (194-256 H) beliau mengatakan tentang dirinya yang kemudian di nukil beberapa penerbit kitab karangan beliau tentang biografinya, “Aku mengoreksi jalur benar atau tidaknya periwayatan hadits (isnad) sedangkan umurku 11 tahun.” Umur sebelas tahun itu belumlah mencapai usia bisa dikatakan baligh bagi sebagian imam madzahib. Dan usia demikian masih dikatakan usia yang sangat belia, namun perhatiannya terhadap ilmu melebihi perhatian orang dewasa saat ini. Terbukti, beliau tidak hanya utuh membaca hadits secara umum saja, bukan hanya mempelajari hadits atau sejenisnya dari suatu ilmu yang ada korelasinya dengan materi tersebut. Namun ia memperhatikan penelitian silsilah isnad hadits, sahih dan dha’if hadits tersebut ia koreksi dan teliti jalur periwayatannya. Kalau kita tahu bagaimana tahap dalam mencapai layaknya mengoreksi sahih atau dhaif akan sebuah hadits, ini memerlukan tahap yang begitu rumit dan memerlukan waktu lumayan panjang, tidak sekejap kedipan mata. Maka sekali lagi, Imam Bukhori memulai menuntut ilmu dan memperhatikannya dari usianya yang belia. Meski tak memungkiri, bisa dikatakan ada faktor internal keluarga atau lainnya, namun titik poin terpenting adalah memulai belajar sejak dini mesti kita terapkan bilamana kita menginginkan generasi seperti mereka rahimahumullah. (Dinukil dari, Tarjamatul Bukhori)

Seorang imam lagi yang ingin teruraikan pada pembahasan kali ini, dimana ketakjuban penuntut ilmu akan perhatian beliau dalam menuntut ilmu hingga menjadi seorang Mufti atau pemberi fatwa di usia muda dalam perkara-perkara atau permasalahan yang ada pada masanya. Beliau Adalah Imam Muhammad ibnu Idris atau sering disebut Imam As Syafii. Diriwayatkan juga dalam biografi Imam Syafii, beliau pergi ke Madinah guna mencari ilmu pada usia belianya yaitu 12 tahun. Dimana beliau sebelum perjalanannya ke Madinah telah menghabiskan waktu untuk berguru di tanah Haram (Makkah Al Mukarromah) bersama ulama-ulama terkemuka seperti Sufyan bin Uyainah, Fudhail bin Iyadh’ dan seorang mufti Makkah bernama Khalid bin Muslim Az Zanji. Kita tahu dimana kelahiran Imam Syafii, ia bukan penduduk asli tanah haram meski nasabnya bersambung sampai keturunan dari Quraisy, melainkan pendatang dari salah satu negeri di Syam, yaitu Gazza-Palestina, perpindahannya bersama ibu beliau tepat pada tahun kedua setelah kelahirannya 150 H. Disebutkan bahwa beliau hafal Al Quran di usianya yang ke tujuh. Di usia 12 tahunnya memulai perjalanan ke Madinah, duduk dan berguru kepada seorang ulama yang terdengar akan keilmuannya bernama Imam Malik bin Anas (93-179 H). Beliau memulai menghafal kitab karangan gurunya tersebut Al Muwatho’ secara keseluruhan dalam waktu 9 hari. Ia senantiasa melazimi gurunya tersebut hingga menjadi seorang murid Imam Malik yang terbaik. Lantas, ia dijadikan oleh penduduk Makkah dan Madinah sebagai Mufti keduanya sedangkan saat itu di usia yang masih ke 15 tahun. Maa sya Allah, dan sebenarnya masih banyak lagi kelebihan-kelebihan beliau, bukan hanya faqih akan hukum syar’i, namun seorang bernama Al Ashmu’i Imam lughoh kala itu juga berguru kepadanya beberapa syair dan kaidah-kaidah Bahasa Arab. Beliau juga di kenal sebagai pembaharu (Mujaddid) pada masa abad kedua setelah kenabian. Lantaran ia telah mengumpulkan semua ilmu hadits, juga ahlu ro’yi, merintis ilmu ushul fiqih, buah hasil dari pembelajaran hadits yang ia pelajari secara riwayat dan dirayah, serta Al Qur’an dan segala macam cabang ilmunya, juga sampai tarikh, Lughoh, dan ilmu adab. Hingga tiba masa dimana beliau wafat pada tahun 204 H di Mesir. (Dinukil dari kitab At Taqrirat As Sadidat) Titik tolak pada biografi beliau masih sama yaitu, “Pembelajaran di usia dini.” Begitulah mayoritas ulama-ulama yang terlahir sebagai pembawa risalah kenabian berupa ilmu dan bimbingan rabbani. Bekas keberkahan ilmunya terkadang masih terasa hingga abad ini, jarak yang sangat jauh. Lantas kalau bukan mereka yang kita tiru siapa lagi, dikarenakan itulah tahap pertama dari beberapa tahap mendapatkan ilmu.

Masih banyak ulama yang kemudian menyebutkan adat dalam belajar ilmu adalah dimulai dari masa anak-anak mereka. Kalau boleh dikata, umur boleh belia namun daya didik dan juang menyaingi orang dewasa. Kalau seandainya pantas membandingkan, apalah kita yang belum mampu mengetahui begitu luasnya lautan ilmu yang Allah karuniakan. Tak sebanding masa anak-anak kita dengan masa belia mereka para penuntut ilmu pada masa abad kedua dst. Bahkan kalau mau menilik, banyak yang sudah memulai membacakan Al Qur’an di setiap detik dan waktunya ketika sang ibunda mengandung buah hati tercitakan lahir sebagai pejuang Islam.

Kemudian beranjak kepada tahap kedua atau pengertian selanjutnya, yaitu komponen pembelajaran ilmu itu sendiri. Seorang yang memulai mencari ilmu membutuhkan seorang guru yang mumpuni untuk mengajar menguasai ilmu yang bersumber Al Qur’an dan Sunnah, atau disebut dengan ilmu syar’i. Dalam kitab Tarikhul Baghdad, Khatib Al Baghdadi meriwayatkan bahwasanya Nabi Saw bersabda,

إنما العلم بالتعلم وإنما الحلم بالتحلم ومن يطلب الخير يعطه ومن يتق الشر يوقه

“Sesungguhnya (mendapatkan) ilmu itu hanya dengan belajar. Dan berbudi pekerti (yang baik) adalah dengan berperangai baik pula, barangsiapa yang mengharapkan suatu kebaikan ia akan diberikan (kebaikan tersebut) dan barangsiapa menghendaki untuk dijauhkan dari kejelekan maka ia akan dihindarkan darinya.”

Inilah salah satu hal yang diperhatikan, bahwasanya mendapatkan ilmu itu adalah dengan belajar di depan seorang yang berilmu (memiliki ilmu yang mumpuni). Serupa dengan hadits Nabi Saw ketika beliau bersabda tentang Al Qur’an, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Al Qur’an dan mengajarkannya.” (bisa ditilik di sahih Bukhori, sunan abu Dawud, sunan tirmidzi, sunan Ad Darimi dan musnad Ahmad). Belajar Al Qur’an kepada seorang yang tau akan ilmu Al Qur’an, dan kalimat “mengajarkannya” adalah ketika kita yang sudah mempelajari Al Qur’an kemudian menjadi sosok yang faham akan ilmu tersebut lantas mengajarkannya. Unsur yang terdapat adalah, pelajar yang berguru kepada ahlinya, kemudian ada seorang guru yang mumpuni dalam bidangnya.

Dalam tahap belajar, kita perlu untuk menguatkan landasan ilmu-ilmu dasar dan menguatkan dengan cabang keilmuan lain yang memiliki korelasi dengan bidang ilmu yang kita pelajari. Dalam kitab Tamhid Syarh Muwatho’ Imam Malik Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,

خير العلم ما ضبط أصله واستذكر فرعه وقاد إلى الله ومرضاته

Ilmu yang baik (tahapannya) adalah yang dikuatkan dasar (keilmuan tsb) kemudian dipelajari cabang ilmu lainnya, lantas tunduk kepada Allah serta mengharapkan ridho-Nya.”

Maka dalam tahap belajar ilmu dasar, hal ini bisa kita mulai dari ilmu ‘aqidah, ini adalah tahap ketiga. Kita mulai dari awal bertahap, sedikit demi sedikit sesuai porsi pembahasannya. Bagaimana kita tahu porsi pembahasannya dari yang masih dasar atau sudah level tinggi?” disini peran seorang guru yang mumpuni memberikan arahan atau sebuah kurikulum. Mengapa mesti ‘Aqidah?” dikarenakan ia adalah tuntutan terbesar bagi seorang hamba Allah, yang kemudian mengharuskan kita untuk memulai mempelajarinya, mengajarkannya kemudian menyampaikannya kepada manusia. Perkara aqidah juga diperlukan diseluruh aspek ibadah kita. Sebagai salah satu dari syarat sah utama dalam melakukan semua ibadah adalah “Muslim” ia seorang yang sudah masuk Islam. Yakin dalam ikrar keimanan akan makna dua kalimat syahadat. Perkara ini adalah sebuah hal yang sifatnya Qoth’iy yang tak ada lagi kaum muslimin berselisih pendapatnya. Begitu juga sebaliknya, konsekuensi ibadah seorang diluar syarat sah tersebut adalah tidak sah amal ibadahnya di sisi Allah SWT.

*_______________________________________________________________________*

Yuk bantu dakwah sampai kepelosok dengan ikut berpartisipasi dalam Program Dakwah Pedalaman

Info : 0852 1861 6689 (Bpk. Rizal)

Atau bisa kunjungi kami di

Sahabatyamima.id

IG : @sahabatyamima

FanPage : SahabatYamima

Youtube : Sahabat Yamima Channel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top