Eksistensi Daulah Ghazwaniyah dan Ghuriyah di tanah Hindh

Indian History The Series (Part 2)

Oleh : Mu’tashim Billah ( Kader Sahabat Yamima, Sudan )

Kekhalifahan Abbasiyah mampu menaungi negeri-negeri di Timur dan Barat. Super power dunia saat itu yang berpusat di Kota Baghdad. Namun melemahnya pengaruh di akhir pemerintahannya memicu melepasnya beberapa wilayah dari kekhilafahan.

Salah satu Daulah Otonom yang berafiliasi kepada Abbasiah adalah dinasti samaniyah (261-389H/ 874-999M). Dinasti Persia Sunni yang diberi wewenang kekuasaan oleh Abbasiyah meliputi wilayah Transoxiana, Khurosan dan Asia Tengah yang beribukota terakhir di Bukhara (Uzbekistan) dalam rentan waktu seperempat abad lamanya.

Bukti harmonisnya hubungan keduanya, kerap kali mengangkat legalitas kepada pemimpin dari keturunan “Saman” (pendiri Dinasti Samaniyah) untuk memimpin beberapa daerah, meminta bantuan untuk menumpas dan meredam pemberontakan dari pengaruh luar wilayah khilafah dan menyandingkan nama pemimpin keduanya di percetakan mata uang. Dinasti tersebut memberikan peran yang cukup signifikan kepada Khilafah Abbasiyah.

Keturunan Turki banyak berjasa dibalik kokohnya kekuasaan Daulah Samaniyah dalam menjalankan roda pemerintahan. Orang  Turki banyak menempati jabatan strategis di militer dan pemerintahan sipil. Tentara profesional elit banyak didominasi oleh mantan budak (Mamluk Turki). Mereka direkrut, dididik dan dilatih kecakapan militer yang kedepannya mereka dijadikan sebagai komponen utama tentara Islam.

Dari sekian komandan mamluk dengan karir yang gemilang adalah komandan Alp Tegin/ Alp Takin. Keturunaan Turki yang dibeli dan diangkat untuk mengabdi oleh Samanid sebagai “ghulam” budak pelayan di kesatuan militer. Memulai karir profesional bertugas sebagai “haras/ hajibah” pengawal pribadi Emir Ahmad bin Ismail. Lalu dipromosikan sebagai “hajib al hujjab” atau kepala administrasi istana di masa Emir Nuh bin Nasr.

Puncak karir militer Alp Tegin melejit setelah ditunjuk oleh Emir Abdul Malik bin Nuh kepala komandan militer di Balkh (Afghanistan), “sipahsālār” jendral militer senior dan Gubernur di Khurosan.

Perlu dipahami, tahapan jenjang promosi dalam institusi perbudakan militer dalam Islam didasarkan pada prestasi, pengalaman, keterampilan dan loyalitas. Membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mengapai jenjang karir militer hingga ditunjuk sebagai komandan militer tertinggi atau gubernur suatu wilayah selama bisa membuktikan kelayakan menempati posisi strategis tersebut.

Memanfaatkan jasa orang Turki dalam kemiliteran tidak hanya terjadi di Dinasti Samaniyah, tapi Khilafah Abbasiyah juga mengandalkan mereka sebagai tulang  punggung di kesatuan militer. Mereka berada dalam jajaran pasukan elit yang berada di front paling terdepan dalam pertempuran.

Orang Turki juga dikenal dengan loyalitas penuhnya kepada Abbasiyah hingga titik darah penghabisan menjelang keruntuhan dinasti sehingga mempercayakan jasa mereka dalam kemiliteran yang dahulu mereka budak yang dibekali ilmu agama dan militer. Maka tidak dipungkiri bangsa mereka yang dinubuwatkan sebagai pemimpin dan pasukan terbaik pada masa Kekhalifahan Ustmaniyah.

لتفتحن القسطنطينية، فلنعم الأمير أميرها، ولنعم الجيش ذلك الجيش ( رواه الإمام أحمد في المسند وغيره)

Pada masa pemerintahan Mansur bin Nuh (961-976M) memecat Alip Tegin dari jabatanya dan mengirim pasukan untuk memeranginya karna dianggap membelot dari Samanid. Alip Tegin memiliki basis kekuatan di Khurosan barhasil mengalahkan pasukan Samanid dengan mudah.

Daulah Ghaznawiyah/Ghaznavid (977 – 1186 M)

Pada 962 M Alp Tegin merebut kota Ghazna (Afghanistan) dari Dinasti Lawik penguasa kabul Abu Bakar Lawik setelah pengepungan benteng berbulan-bulan. Samanid mengakui ia sebagai Gubernur Ghazni.  Dinasti Lawik sempat mengambil alih kota untuk kedua kalinya dan mampu merebutnya kembali dengan bantuan Samanid.

Alp Tegin meninggal pada (962 M) tak lama setelah penaklukkan Ghazna.  Dia digantikan putranya Abu Ishaq Ibrahim (963-966 M). Tidak lama dia meninggal dan digantikan 2 perwira Turki berturut turut Bilgetegin (966-975 M) dan Boritigin (975-977 M).

Singkat cerita, Abu Mansur Sabuktigin (977-997 M) seorang mantan budak dan perwira kepercayaan Alp Tegin sekaligus menantu nya sebagai suksesor di wilayah Ghazna. Dia mendeklarasikan daulah baru dan dianggap pendiri sejati Dinasti Ghaznawiyah pada 977M/366H hingga 575H/1186M. Semua penguasa setelahnya adalah dari keturunannya. Penamaan diambil dari nama ibukota pemerintahan, Ghazna (Ghazni, Afghanistan).

Pemerintahan Sabuktigin mulai kampanye militer dengan ekspansi ke pegunungan Hindu Kush dan Sungai Indus. Dia masih menganggap bagian dari Samanid. Ketika Samanid mengalami kegoncangan oleh pemberontakan dan kerusuhan internal yang melemahkan kerajaan, dia membantu mengkondisikan dan memulihkan suasana politik. Sebagai imbalan anaknya, Mahmud diangkat menjadi Gubernur Khurosan. Mahmud menyertai disetiap peperangan bersamanya hingga dijuluki Saif Daulah.

Setelah 20 tahun menduduki tahta dinasti, Sabuktigin wafat di Mazari Syarif saat perjalanan dari Balkh ke Ghazni saat terlibat meredam pemberontakan bersama Sultan Samanid Nuh bin Manshur hingga dijuluki Nasir Daulah. Dia menyerahkan tahta kepemimpinan kepada putra bungsunya Ismail bin Sabuktigin (997 M) bukan Mahmud. Ketika itu Mahmud masih dalam ekspedisi Samanid ke Naisabur.

Tidak berselang lama setelah 7 bulan dilantik, Mahmud menentang pengangkatan Ismail. terjadilah perebutan kekuasaan antara dua kubu hingga tampuk kekuasaan diserahkan kepada  Abdul Qosim Mahmud bin Sabuktigin (997M-1030M) setelah mengalahkan saudaranya ditahun yang sama.

Ketika Mahmud bin Sabuktigin berkuasa, Dinasti Samanid mulai berangsur melemah. Kesempatan ini tidak disia-siakan untuk mengambil alih wilayah kekuasaan Samani dan mengakhiri politik Samanids di Asia Tengah,  Tranxosiama dan sekitarnya.

Setelah memegang kendali kerajaan, Mahmud mulai menguatkan politik dengan meluaskan wilayah ke luar batas wilayah kekuasaan Samanid hingga ke perbatasan kerajaan Hindu, Afghanistan, Persia, Trasoxiana, Khawarizm dan melintasi anak Benua Utara Hindh (Punjab, Pakistan) dan sekitarnya.

Mahmud mengirimkan surat kepada Khalifah Abbasiyah. Ia didaulat sebagai pemimpin wilayah Ghazni dan mendapatkan julukan Amin Daulah dan Yamin Millah dari khalifah berkat jasanya.

Keberhasilan penaklukan Sultan Mahmud disebabkan beberapa faktor, diantaranya teknik perang masyarakat Hindu yang kuno. Mengandalkan gajah dan formasi perang yang tidak terpadu meski jumlah mereka banyak. Lain halnya dengan pasukan Islam yang lebih terorganisir, disiplin dan ditopang senjata pelontar yang mutakhir.

Sultan Mahmud memerintah selama 33 tahun, tercatat 17 kali Mahmud Al Ghaznawi ekspansi ke tanah Hindh. Alhasil berhasil mengukuhkan panji Islam sebagian besar wilayah Hindh  dibawah kekuasaan Daulah Islam Sunni Ghaznawiyah, diantaranya :

  • Tahun 1000M/ 391H, berhasil menaklukan bagian Utara Hindh
  • Tahun 1001M/ 392H, perang melawan Raja Jayapala جيبال)) dari Dinasti Hindu shahi beribukota di Udabhandapura (Hind, Pakistan) tepi Sungai Indus. peperangan sengit terjadi dan meraih kemenangan. Kemudian anaknya Anantpala menggantikan singgasana ayahnya.
  • Tahun 1005M/ 396H, Sultan Mahmud berhadapan dengan Raja Anantpala (أندبال) dan mengempur hingga pasukan bercerai,  ia kabur ke Kasymir. Lalu menguasai imarat multan yang dipimpin Sultan Abu Al Fath Al Qaramity yang beraliran Syiah Ismailiyah dan kembali ke jalan yang benar.
  • Tahun 1007M/ 398H, Sultan memimpin ekspedisi menumpas pemimpin Mulltan, Niwasah Syah (نواسه شاه) yang murtad ke agama Hindu.
  • Tahun 1008M/ 399H, perang dahsyat melawan Anantpala yang kabur ke Kasymir di Peshawar bekoalisi dengan raja-raja Hindu setempat menyiapkan pasukan besar dengan gajah mereka. Pasukan Hindu kocar kacir beserta gajah dan berhasil membunuh 8.000 pihak musuh.
  • Tahun 1015M/ 406H, invasi penaklukan ke wilayah Kasymir dan rakyat menerima dan masuk Islam.
  • Tahun 1016M/ 407H, menguasai kota Kannauj dan kota disekitarnya.
  • Tahun 1022M/ 413H, mengepung kota Gwalior beberapa hari yang berujung perdamaian.
  • Tahun 1025M/ 416H, peperangan terbesar Sultan Mahmud terjadi saat invasi penaklukkan di Gujarat India dengan 30.000 kavelari kuda. Perang sengit berakhir dengan kemenangan.
  • Tahun 1026M/ 416H, setelah menaklukan Gujarat, pasukan menuju Somnath (Gujarat) terdapat benteng megah terletak di tepi laut. Kemenangan berada di tangan muslimun dan menghancurkan patung besar.

Hasil dari ekpedisi yang massiv dilakukan oleh Sultan Mahmud, hampir wilayah Hindh Utara jatuh ke tangannya. Secara politis, ia membuka jalan kepada penerus dinasti ke wilayah anak Benua India yang lebih jauh ke Selatan di masa yang akan datang.

Setelah sukses menghimpun bekas daerah Samanid yang menandai keruntuhan dinastinya, Sultan Mahmud menyebarkan pengaruhnya ke daerah lain serta menumpas saingan politik yang berdiri saat itu. Misal, Dinasti Khawarizmiyah dan Dinasti Buwaihiyah.

Kompetitor kuat yang juga tengah berupaya ekspansi memperluas pengaruhnya adalah Dinasti Saljuk dari etnis Turki dan Dinasti Ghuriyah yang akan mengakhiri supremasi Dinasti Ghaznawiyah kelak. Keduanya berambisi menancapkan dominasi di daerah  kekuasaan Ghaznawiyah di Khurosan, Tranxosiana dan sekitarnya.

Tahun 1030M/ 421H, setelah melewati masa kritis selama 2 tahun, Sultan Mahmud wafat di usia 61 tahun. Dimasanyalah Daulah Ghaznawiyah mencapai puncak kejayaan dan kekuasaan di tanah Hindustan. Pasca wafatnya Sultan Mahmud, para sultan berikutnya melanjutkan jejaknya ekspansi di tanah Hind hingga berhasil menguasai dan meluaskan kampanye militer 4 ke wilayah wilayah baru di Hindh dibawah pemerintahan Ghaznavid.

Pada tahun 1152M/ 547H di masa pemerintahan Khusrau Shah, ibukota Dinasti Ghazanid jatuh ke tangan kesultanan Turki Saljuk dan Pusat pemerintahan berpindah ke kota Lahore.

Singkat cerita, tahun 1186M dinasti ini berakhir pada masa Khusrau Malik. Ibukota Lahore direbut oleh dinasti Ghuriyah. Berakhirlah Ghaznawiyah setelah dua abad memainkan perannya menegakkan sendi-sendi Islam hingga Utara India.

Sultan Dinasti Ghaznawiyah

1Abu Mansur Sabuktigin(977-997).
2Ismail Al-Ghaznawi (997).
3Mahmoud Al-Ghaznawi              (997-1030)
4Muhammad al-Ghaznawi(1030-1031).
5Masoud bin Mahmoud(1031-1041).
6Muhammad al-Ghaznawi(1041)
7Mawdood Al-Ghaznawi(1041-1049).
8Masoud II Ghaznavi      (1049).
9Ali bin Masoud   (1050).
10Abdul Rashid bin Mahmoud(1050-1052).
11Tugrul Bouzan (1052).
12Farruh Zad (1052-1059).
13Ibrahim bin Masoud   (1059-1099).
14Masoud bin Ibrahim(1099-1115).
15Sherzad (1115-1116).
16Arslan Shah (1116-1117).
17Bahram Shah(1117-1157).
18Khusraw Shah (1157-1160).
19Khusraw Malik   (1160-1186).

Dinasti Ghuriyah/ Ghurid (879M – 1215)

Dinasti Ghuriyah berdiri pertama kali di Ghor atau kini terletak di lembah pegunungan yang kini dikenal dengan pegunungan Kuhi Baba Afghanistan diantara kota Herat dan Ghazni. Ibukota pemerintahan dipusatkan di kota Firozkuh. Kota yang kini tidak berbekas pasca di bumi hanguskan kekaisaran Mongol saat meluluh lantakkan Baghdad. Konon ditemukan sisa puing pemukiman kuno di sekitar Changhcharan (ibukota provinsi Ghor Afghanistan).

Awal berdiri, dinasti ini beraliran Budha hingga akhirnya Mahmud Ghaznawi datang menginvasi setelah mendengar usaha perlawanaan untuk meruntuhkan Ghaznawiyah yang berakhir dengan ditaklukkanya Ghor. Pemimpin yang hidup semasa dengan Sabuktigin, Muhammad bin Suri dieksekusi dan diangkat anak nya Abu Ali bin Muhammad sebagai pemimpin di bawah pemerintahan Ghaznawiyah.

Pasca meredam pemberontakan (1010 M), Islamisasi serentak dilakukan oleh Mahmud bin Sabuktigin dengan mengirim ahli agama dan mengajarkan syariat hingga masuk Islam serentak dan semakin baik keislaman mereka. Dari fase inilah masyarakat pastun Ghor bertransformasi dari agama Hindu ke Islam.

Selama lebih kurang seabad tunduk dibawah supremasi Ghaznawiyah, disebutkan Dinasti Ghuriyah benar-benar lepas dari pemerintahannya di masa Qutbud bin Hasan dan anaknya Izzudin Husain. Mereka dikenal sebagai pembaharu Daulah Ghuriyah.

Ketika Sultan Ghiyatuddin Muhammad memimpin, Dinasti Ghuriyah sukses terlepas dari pengaruh Ghaznawiyah dan berdiri menjadi daulah yang merdeka mutlak. Sisa-sisa negeri di bawah otoritas Ghaznawiyah di masukkan dalam wilayah pemerintahan Ghuriyah dan mengganti gubernur di tiap tiap daerahnya.

Sukses merebut ibukota Ghaznawiyah Lahore oleh Sultan Muizzudin muhammad  dari sultan terakhir “Khusrau Malik” dan menduduki Punjab. Hal tersebut menandai berakhirnyya kampanye Ghaznawiyyah menegakkan panji Islam hingga ke batas teritorial Hindh.

Dinasti Ghuriyah mengalihkan fokusnya kembali ke penaklukkan Hind. Ghiyatuddin Muhammad yang berkuasa mengangkat saudaranya Muizzudin bin Muhammad yang dikenal Syihabuddin Muhammad Al Ghuri sebagai penguasa di bekas pusat pemerintahan Ghaznawiyah, kota Lahore.

Syihabuddin Muhammad Al Ghuri berperan penting di banyak penaklukkan dan peperangan melebihi ekspansi Hind yang pernah dilakukan oleh Mahmud Ghaznawi. Ia memulai jihad nya di Kota Multan yang berada dibawah cengkraman Syiah Qaramithah. Setelah dilantik, peperangan sengit terjadi pada 1175 M beraliansi dengan Raja Hindu.

Alhasil, Multan steril dari syiah setelah berhasil membunuh komandan perang musuh dan mengangkat anaknya sebagai pemimpin di kawasan yang ditundukkan tersebut dan membayar jizyah bagi penduduknya. Begitupula Kota Delhi ditaklukkan dengan damai tanpa peperangan.

Melihat gelagat pembangkangan, jendral kepercayaan Muhammad Al Ghuri, seorang mamluk Turki bernama Qutbuddin Aibaikkembali ke Delhi untuk memberi pelajaran kepada raja dan kaumnya dan kembali tunduk kepada Ghuriyah dan membangun masjid Qutb Minar.

Qutbuddin Aibak semakin gencar melanjutkan tren penaklukan bersama perwira  lain diantaranya Muhammad bin Bakhtiyar Khalji diutus dengan misi perluasan ke benteng Hindu di Benggal.

Pada tahun 1193 M, Syihabudin memimpin pasukan menuju kota Kannauj dan meraih ghanimah melimpah atas izin Allah. Mendengar kemenangan yang diraih pasukan Islam, Raja Hindh Benares menyiapkan pasukan besar beserta perlengkapannya untuk melawan pasukan Islam. Dia bersama 700 gajah dan ribuan pasukan bertemu dan terjadi perang sengit yang berakhir dengan kemenangan yang diraih oleh kaum muslimin. Saking banyak yang terbunuh dari pasukan Budha, mayat bangkai mereka bertebaran memenuhi medan perang hingga membusuk kering. Mayat Raja Hindu teridentifikasi dari lapisan emas pada gigi nya. Syihabudin kembali ke Ghazna membawa ratusan onta dan gajah hasil ghanimah perang.

Tersiar kabar Ghiyathuddin wafat pada 1203 M, Syihabuddin Muhammad Al Ghuri mengambil alih kepemimpinan dinasti. Ia juga disebut pembaharu Dinasti Ghuriyah yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk berjihad hingga kewafatannya.

Syihabudin bermadhab Syafi’i ahlu sunnah menaruh perhatian kepada pemurnian akidah. Ia membenci ahli bid’ah, memerangi orang Zindiq, murtad dan keyakinan-keyakinan yang menyimpang lagi menyesatkan terkhusus sekte Bathiniyah Isma’iliyah karna mereka picik, bejat dan membenci umat Islam. Tahun 1206 M pernah terjadi penumpasan gerakan mereka karena meneror di negeri-negeri kaum muslimin.

Di tahun yang sama. Ia syahid dibunuh oleh sekte Bathiniyah yang menyusup ke dalam tenda pribadi dengan beberapa tusukan dan dalam keadaan shalat malam. Ia dipulangkan dan dimakamkan di Ghazna.

Peran Syihabuddin membumikan Islam di tanah Hindh sangat besar dan luas. Bahkan dikatakan beliau penakluk ulung melebihi prestasi yang dihasilkan Mahmud Al Ghaznawi sebelumnya. Semangat menegakkan panji Islam di bumi Hindh sangat menggelora di dadanya. Beliau adalah sultan yang pemberani, adil dan sangat perhatian dengan pendidikan Islam di negeri yang telah ditaklukan nya.

Beliau tidak memiliki keturunan, tapi beliau memiliki banyak jendral mamluk Turki yang setia di kancah perang bersamanya. Pasca meninggal, Dinasti Ghuriyah terpecah menjadi beberapa kesultanan setelah 4 komandan mamluk Turki nya membentuk keemiratan merdeka, rincian sebagai berikut :

  • Ghiyathuddin Mahmud sebagai suksesor Ghuriyah di Ghor
  • Tajjuddin Yildiz sebagai Sultan Ghazna
  • Qutbuddin Aibak sebagai Sultan Delhi (kelak pendiri kesultanan mamluk Delhi)
  • Muhammad Bakhtiyar Khilji sebagai Sultan Bengal (kelak berdiri sultan bengal)
  • Nashiruddin Qabacha sebagai sùltan di Multan

Sultan Dinasti Ghuriyah

1Amir Suri 
2Muhammad ibn Suri1007 – 1011
3Abu Ali ibn Muhammad  1011 – 1035
4Abbas ibn Shith          1035 – 1060
5Muhammad ibn Abbas1060 – 1080
6Qutb al-din Hasan1080 – 1100
7Izz al-Din Husayn  1100 – 1146
8Sayf al-Din Suri      1146 – 1149
9Baha al-Din Sam1149
10Ala al-Din Husayn1149 – 1161
11Sayf al-Din Muhammad1161 – 1163
12Ghiyath al-Din Muhammad1163 – 1203
13Mu’izz al-Din Muhammad1203 – 1206
14Ghiyath al-Din Mahmud  1206 – 1212
15Baha al-Din Sam1212 – 1213
16Ala al-Din Atsiz1213 – 1214
17Ala al-Din Ali1214 – 1215

Sultan Ghiyatuddin dan saudaranya Syihabuddin adalah puncak-puncak kejayaan Dinasti Ghuriyah supremasi mereka atas tanah Hindustan. Perluasan wilayah terjadi dengan signifikan di masa keduanya. Dakwah Islam semakin terdengar di wilayah baru nun jauh di India.

Setelah kematian kedua sultan tersebut, Dinasti Ghuriyah disibukkan dengan perselisihan antar keluarga petinggi dinasti untuk merebutkan singgasana kepemimpinan kesultanan hingga mengakibatkan peperangan saudara. Situasi tersebut menjadi celah daerah tertentu untuk membelot dan melepaskan diri dari wilayah kekuasaan kesultanan. Hal ini berdampak besar kepada melemahnya kekuatan dan keruntuhan dinasti hanya menunggu waktu saja.

Ketika masa penaklukan di Hindh oleh Sultan Syihabuddin, para komandan kepercayaan di tugaskan untuk memerintah wilayah yang berhasil ditaklukan. Salah satu Gubernur bernama Qutbuddin Aibak yang mengontrol wilayah Delhi melihat moment perpecahan di kalangan internal dinasti untuk mendeklarasikan daulah independent merdeka dari Ghuriyah di Delhi yang kelak akan menjadi suksesor perjuangan penaklukan di tanah Hindh. Dinasti baru tersebut dikenal dengan kesultanan Delhi atau Daulah Mamalik dengan Qutbuddin Aibak sebagai sultan pertama di daulah tersebut.

Insya Allah Dinasti Mamalik atau kesultanan Delhi menjadi kajian khusus di artikel selanjutnya di serial Indian historis serial ke tiga.

Referensi

  1. Tarikh islaam fil hind
  2. Tarikh daulah abatiroh al moghul al islamiyah fil hind
  3. Islamstory.com
  4. Republika.co.id
  5. Ganaislamika.com
  6. Wikipedia
  7. Islam di asia tengah pustaka al kautsar
  8. Alchetron.com sabuktigin
  9. Medievalist.net Alp tegin

*_______________________________________________________________________*

Yuk bantu saudara – saudara kita yang sedang dilanda bencana dengan ikut berpartisipasi dalam program Tanggap Darurat

Info Lengkap: 0852 1861 6689 (Bpk. Rizal)

Atau bisa kunjungi kami di

Sahabatyamima.id

IG : @sahabatyamima

FanPage : SahabatYamima

Youtube : Sahabat Yamima Channel

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top